Menulis (Kreatif)
Cerpen
Oleh
Anas Ahmadi, M.Pd.
Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Universitas Negeri Surabaya
Menulislah sebelum bahan habis
Berhentilah menulis ketika bahan habis
Jika Anda berhenti menulis sebelum bahan
habis, tulisan Anda banyak bolongnya
Jika Anda tidak berhenti menulis ketika
bahan habis, tulisan Anda banyak bohongnya
(Puisi
Yunani Kuna [ dinukil dari Menulis Populer, Ismail Marahimin])
Pada awalnya, menulis itu sulit.
Banyak yang mengungkapkan begitu. Memang, jalan menuju kesuksesan bukanlah hal
yang mudah. Semua dimulai dari bawah. Simaklah Einstein (fisikawan asal Jerman)
sang penemu atom pun, ia bermula dari nol (Isaacson, 2012); tidak ada
kesuksesan tanpa kerja keras. Begitu juga menulis. Semuanya perlu kerja keras
dan kerja cerdas. Melalui menulis, kita bisa berpikir dan belajar, mengubah
hidup menjadi lebih sukses, menumbuhkembangkan citra personal, dan memperkuat
hubungan kita dengan orang lain (Axelrod & Cooper, 2010). Pada hakikatnya,
sulit atau tidak berawal dan berakhir dari pikiran. Jika dipikiran kita
ditanamkan kuat-kuat bahwa menulis itu gampang, menulis memang gampang. Namun,
jika dalam pikiran kita ditanamkan bahwa menulis itu sulit, menulis itu memang
sulit. Percayalah, pikiran kita menggerakkan energi menulis dalam diri kita.
Karena itu, mulai dari sekarang, berilah stempel besar bahwa menulis itu
gampang.
Berkait dengan
fenomena menulis, Nurjannah memaparkan, tingkat menulis siswa Indonesia
menduduki peringkat yang memprihatinkan
(Nurjannah, 2007: 88). Lebih lanjut
Suparno, dkk. (2007:15) menyatakan bahwa
salah satu faktor penyebab lemahnya kemampuan menulis siswa adalah guru Bahasa
Indonesia yang kurang suka dengan pelajaran menulis dan tidak pernah/jarang
menulis. Bahkan, berdasarkan pantauan Yulianto (2008:4) menulis sebagai bentuk
dari keterampilan berbahasa tampaknya dikesampingkan oleh guru. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bagaimana kompetensi menulis pada siswa jika
gurunya saja tidak suka dan tidak pernah menulis. Karena itu, tidak salah jika
Taufiq Ismail menulis puisi berjudul Malu Aku Jadi Orang Indonesia (2000)
sebagai ungkapan sinisme menjadi manusia
Indonesia sebab jika ditinjau dari konteks sumber daya manusia, masyarakat
Indonesia masih tergolong relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain (Ahmadi, 2011a;2011b,20012).
Berkaitan
dengan pembelajaran menulis, Rahman (2007:2) menyatakan bahwa
pembelajaran menulis merupakan hal yang kompleks dan kadang-kadang sulit
diajarkan. Hal itu disebabkan menulis
tidak hanya membutuhkan penguasaan ketatabahasaan, keretorikaan, melainkan juga
unsur konseptual dan pertimbangan yang lain. Karena itu, rasional jika pembelajaran menulis sudah
diterapkan dengan menggunakan strategi yang baik, tetapi fakta di lapangan
menunjukkan bahwa pembelajaran menulis “kurang memuaskan”.
Menulis dalam Pandangan Tokoh
Jean-Paul Sartre (1905—1980),
filsuf-sastrawan eksistensialis asal Perancis dengan lantang mengungkapkan
bahwa tulisan adalah pergerakan (Sartre, 2001;2009). Bird, sastrawan asal Australia, melantunkan
bahwa semakin banyak Anda menulis, semakin banyak pula penjelajahan yang Anda
lalui (Bird, 2001). Sigmund Freud (1856—1939), psikolog legendaris dari Jerman,
mengintroduksi bahwa tulisan merupakan proyeksi diri dan atau mekanisme
pertahanan ego (self defends mecanism) dari sang pengarang (Freud,
2001). Budi Darma, sastrawan asal Indonesia mengungkapkan bahwa menulis untuk
melepaskan hal yang berkelijatan dalam otak (Eneste, 2009a), jika tidak
dikeluarkan menyakitkan. Selain itu, Budi Darma juga mengungkapkan bahwa
menulis itu takdir. Karena itu, jika tidak menulis, ia berdosa (Darma, 1984);
Sutan Takdir Alisjahbana mengungkapkan bahwa menulis memberikan perasaan
bahagia kepadanya (Eneste, 2009b); Jika merujuk W.S. Rendra, pada hakikatnya
menulis itu proses (Eneste, 2009c); Jika mengikuti Senogumira Ajidarma, intinya
menulis adalah proses yang belum selesai
(Eneste, 2009d).Menujuk Nugraha, menulis itu mengasyikkan dan memuaskan (2013);
Anwar Djaelani menungkapkan bahwa menulis adalah model dakwah yang paling
stratehis (2012); Sasongko mengungkapkan
bahwa menulis adalah uang (Sasongko (2012). Karena itu, rupiahkan imajinasimu
dalam tulisan. Jika merujuk pada Anas, menulis adalah salah satu bentuk
pengungkapan jiwa (psike).
Ada empat alasan utama mengapa
manusia menulis. Pertama, manusia diciptakan kedua dengan empat
kemampuan/keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan/menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Dengan demikian, menulis adalah fitrah manusia. Jika
tidak menulis, bukan manusia. Kedua, melalui menulis, kita bisa mengungkapkan
isi hati/jiwa secara eksplisit dan implisit. Intinya, untuk kesenangan hati.
Ketiga, seseorang bisa menulis dengan bagus, ia memiliki prestise yang bagus
pula. Karena itu, tulisan mencerminkan
kecerdasan seseorang. Keempat, melalui menulis seseorang bisa sukses,
simak J.K. Rowling dengan Harry Potter dan
simak pula Senogumira Aji Darma dengan cerpen-cerpennya.
Mirriam-Goldberg (2011) memaparkan dua
belas alasan seseorang menulis, yakni (1) menulis membantumu menemukan siapa
dirimu; (2) menulis dapat membantumu percaya diri dan meningkatkan kebanggaan;
(3) saat menulis, kamu mendengarkan pendapat unikmu sendiri; (4) menulis
menunjukkan hal yang dapat kamu berikan pada dunia; (5) dengan menulis, kamu
mencari jawaban terhadap pertanyaan dan menemukan pertanyaan baru untuk
dipertanyakan; (6) menulis meningkatkan kreativitas; (7) kamu dapat berbagi
dengan orang lain melalui kegiatan menulis; (8) menulis memberimu tempat untuk
melampiaskan amarah atau ketakutan, kesedihan, dan perasaan menyakitkan
lainnya; (9) kamu dapat membantu menyembuhkan diri dengan menulis; (10) menulis
memberimu kesenangan dengan cara mengungkapkannya; (11) menulis membuatmu lebih
hidup; dan (12) kamu dapat menemukan impianmu melalui menulis.
Tahapan Menulis Cerpen
Prapenulisan
Memperbanyak Gizi Bacaan
Pada hakikatnya, cerpen ialah
cerita pendek. Intinya, cerita yang pendek, penokohan yang pendek, dan alur
penceritaan yang pendek pula (Munsyi, 2012). Jika mau menulis cerpen, gizi bacaan kita harus banyak agar mudah
menulis. Logikanya, jika masuknya banyak, keluarnya juga banyak. Karena itu,
bacaan utama untuk memperkaya khasanah tulisan, yakni (1) kamus (umum/khusus),
(2) tesaurus, (3) buku (fiksi/nonfiksi); (4) majalah; (5) koran; (6) elektronik
(tv, internet). Selain bacaan, kita juga bisa memperbanyak gizi dari
authoritas, diskusi, seminar/lokakarya. Jika kita sering melakukan hal tersebut,
gizi menulis sudah banyak.
Memilih Tema
Menangkap Momen
Proses Penulisan
Memulai dari Awal
Cuit...cuit...cuit....Suara
bayi emprit berebut lolohan makanan dari induknya, terdengar merdu. Teriring mentari yang menggeliat tuk keluar
dari selangkangan bumi. Sinarnya yang masih lembut, perlahan menciumi daun
sono, kemudian ilalang, dan terakhir, ia menciumi tanah Lidah Wetan yang mulai mletek-mletek karena
tak bercinta dengan hujan selama separuh tahun (Senandung Carita).
Memulai dari Tengah
Sandra tak percatya cerita
itu. Meski ia sering melihat para pengasong menjajakan kristal air mata. Sering mereka mengetuk-ngetuk kaca mobil,
setengah memaksa (Pemetik Air Mata karya Agus Noor, 2009)
Memulai dari Akhir
“Tadi Mama datang,”pelan
Beningnya bicara. “Kata Mama tukang posnya sakit. Jadi, dia mesti ngantar
sendiri (Kartu Pos dari Surga karya Agusnoor, 2008).”
Pasca Penulisan
Penyuntingan Isi
Penyuntingan isi merupakan kegiatan
pembenahan kesalahan isi tulisan. Dalam penyuntingan isi penulis menambahkan
gagasan penting yang belum ditulis, menghilangkan gagasan yang tidak perlu
ditulis, dan mengganti gagasan yang kurang tepat. Hal itu dilakukan agar
kualitas tulisan lebih baik dan mudah dipahami (Ahmadi, dkk. 2013)..
Penyuntingan Bahasa
Aspek bahasa, seperti halnya aspek
isi, juga perlu penyuntingan. Penyuntingan dilakukan agar kualitas bahasanya
lebih baik. Bahasa yang baik ialah bahasa yang penulisan huruf dan ejaannya
benar; pemilihan katanya tepat; tata kata dan tata kalimatnya benar; hubungan antarkata, antarfrasa, dan
antarkalimatnya baik. (Ahmadi, dkk. 2013)..
Penyuntingan Teknis
Penyuntingan teknis merupakan
kegiatan terakhir yang harus dilakukan oleh penulis. Penyuntingan teknis
dilakukan untuk mengetahui kesesuaian tulisan
dengan aspek teknisnya (Ahmadi, dkk. 2013).
Penutup
Kembali pada paparan awal,
simpulannya adalah menulis itu mudah. Karena itu, menulis...menulis...menulis. Tidak ada alasan untuk tidak menulis.
Jangan terbebani oleh menulis yang baik. Menulislah. Karena itu, Rendra
almarhum mengungkapkan mengalir dan hadir. Menulis sajalah dengan mengalir dan nanti pasti hadir.
Daftar Pustaka
Axelrod, R.B.
& Cooper, C.R. 2010. Guide to
Writing. Benfork: Boston.
Bird, C. 2001. Menulis dengan Emosi. Yogyakarta: Kaifa.
Djaelani, Anwar.
2012. Warnai Dunia dengan Menulis.
Surabaya: Inpas.
Eneste, P. 2009a. Proses Kreatif. Jakarta: KPG.
__________. 2009b. Proses Kreatif. Jakarta: KPG.
__________.2009c. Proses Kreatif. Jakarta: KPG.
__________.2009d. Proses Kreatif. Jakarta: KPG.
Freud, S. 2001. Psikoanalisis. Yogyakarta: Ikon.
Ismail, T. 2000. Malu
(Aku) jadi Orang Indonesia.
Yogyakarta: YOI.
Isaacson, W. 2012. Einstein. Terj. Yogyakarta: Bentang.
Mirriam-Goldberg,C.
2011. Daripada Bete, Nulis aja!
Yogyakarta: Kaifa.
Munsyi, Alif D.
2012. Menjadi Penulis, Siapa Takut?
Yogyakarta: Kaifa.
Ninuk, (ed). 2009. Cerpen Pilihan Kompas 2009. Jakarta: Kompas.
Nugraha, pepih.
2013. Menulis Sosok. Jakarta: Kompas.
Nurjannah, N. 2007. “Model
Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis”. Dalam Sunandar, D.
(Ed). Pemikiran-pemikiran Inovatif dalam
Kajian Bahasa, Sastra, Seni, dan
Pembelajaran:Forum Ilmiah I & II UPI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Rahman. 2007.
“Pemberdayaan Gambar dan kartu Kata
dalam Pembelajaran Menulis”. Dalam Sunandar, D. (Ed). Pemikiran-pemikiran Inovatif dalam Kajian Bahasa, Sastra, Seni, dan
Pembelajaran:Forum Ilmiah I & II UPI. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Marahimin, I. 1994. Menulis Populer.
Jakarta: Gramedia.
Sartre, J.P. 2001. Les Mots. Jakarta: Gramedia.
__________. 2009. Words. Yogyakarta:Selasar.
Sasongko, Setiawan. 2012. Trik Jitu Menulis Cerita Remaja. Klaten: Pustaka Wasilah.
Suparno, dkk. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: UT.
Yulianto, B. 2008. Aspek Kebahasaan dan Pembelajarannya.
Surabaya: Unesa Press.
Yullianto. B.dkk. 2008. Model Pembelajaran Inovatif Bahasa
Indonesia. Surabaya: Unesa Press.