Kamis, 20 Juni 2013

menulis kreatif cerpen



Menulis (Kreatif)  Cerpen

Oleh
Anas Ahmadi, M.Pd.
Dosen Jurusan Bahasa  dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya

Menulislah sebelum bahan habis
Berhentilah menulis ketika bahan habis
Jika Anda berhenti menulis sebelum bahan habis, tulisan Anda banyak bolongnya
Jika Anda tidak berhenti menulis ketika bahan habis, tulisan Anda banyak bohongnya
(Puisi Yunani Kuna [ dinukil dari Menulis Populer,  Ismail Marahimin])

            Pada awalnya, menulis itu sulit. Banyak yang mengungkapkan begitu. Memang, jalan menuju kesuksesan bukanlah hal yang mudah. Semua dimulai dari bawah. Simaklah Einstein (fisikawan asal Jerman) sang  penemu atom pun, ia   bermula dari nol (Isaacson, 2012); tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras. Begitu juga menulis. Semuanya perlu kerja keras dan kerja cerdas. Melalui menulis, kita bisa berpikir dan belajar, mengubah hidup menjadi lebih sukses, menumbuhkembangkan citra personal, dan memperkuat hubungan kita dengan orang lain (Axelrod & Cooper, 2010). Pada hakikatnya, sulit atau tidak berawal dan berakhir dari pikiran. Jika dipikiran kita ditanamkan kuat-kuat bahwa menulis itu gampang, menulis memang gampang. Namun, jika dalam pikiran kita ditanamkan bahwa menulis itu sulit, menulis itu memang sulit. Percayalah, pikiran kita menggerakkan energi menulis dalam diri kita. Karena itu, mulai dari sekarang, berilah stempel besar bahwa menulis itu gampang.
            Berkait dengan fenomena menulis, Nurjannah memaparkan,  tingkat menulis siswa Indonesia menduduki peringkat  yang memprihatinkan (Nurjannah, 2007: 88).  Lebih lanjut Suparno, dkk.  (2007:15) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab lemahnya kemampuan menulis siswa adalah guru Bahasa Indonesia yang kurang suka dengan pelajaran menulis dan tidak pernah/jarang menulis. Bahkan, berdasarkan pantauan Yulianto (2008:4) menulis sebagai bentuk dari keterampilan berbahasa tampaknya dikesampingkan oleh guru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bagaimana kompetensi menulis pada siswa jika gurunya saja tidak suka dan tidak pernah menulis. Karena itu, tidak salah jika Taufiq Ismail  menulis puisi berjudul Malu Aku Jadi Orang Indonesia (2000) sebagai ungkapan sinisme  menjadi manusia Indonesia sebab jika ditinjau dari konteks sumber daya manusia, masyarakat Indonesia masih tergolong relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain (Ahmadi, 2011a;2011b,20012).
Berkaitan  dengan pembelajaran menulis, Rahman (2007:2) menyatakan bahwa pembelajaran menulis merupakan hal yang kompleks dan kadang-kadang sulit diajarkan.  Hal itu disebabkan menulis tidak hanya membutuhkan penguasaan ketatabahasaan, keretorikaan, melainkan juga unsur konseptual dan pertimbangan yang lain. Karena  itu, rasional jika pembelajaran menulis sudah diterapkan dengan menggunakan strategi yang baik, tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran menulis “kurang memuaskan”.


Menulis dalam Pandangan Tokoh
            Jean-Paul Sartre (1905—1980), filsuf-sastrawan eksistensialis asal Perancis dengan lantang mengungkapkan bahwa tulisan adalah pergerakan (Sartre, 2001;2009).  Bird, sastrawan asal Australia, melantunkan bahwa semakin banyak Anda menulis, semakin banyak pula penjelajahan yang Anda lalui (Bird, 2001). Sigmund Freud (1856—1939), psikolog legendaris dari Jerman, mengintroduksi bahwa tulisan merupakan proyeksi diri dan atau mekanisme pertahanan ego (self defends mecanism) dari sang pengarang (Freud, 2001). Budi Darma, sastrawan asal Indonesia mengungkapkan bahwa menulis untuk melepaskan hal yang berkelijatan dalam otak (Eneste, 2009a), jika tidak dikeluarkan menyakitkan. Selain itu, Budi Darma juga mengungkapkan bahwa menulis itu takdir. Karena itu, jika tidak menulis, ia berdosa (Darma, 1984); Sutan Takdir Alisjahbana mengungkapkan bahwa menulis memberikan perasaan bahagia kepadanya (Eneste, 2009b); Jika merujuk W.S. Rendra, pada hakikatnya menulis itu proses (Eneste, 2009c); Jika mengikuti Senogumira Ajidarma, intinya menulis  adalah proses yang belum selesai (Eneste, 2009d).Menujuk Nugraha, menulis itu mengasyikkan dan memuaskan (2013); Anwar Djaelani menungkapkan bahwa menulis adalah model dakwah yang paling stratehis (2012);  Sasongko mengungkapkan bahwa menulis adalah uang (Sasongko (2012). Karena itu, rupiahkan imajinasimu dalam tulisan. Jika merujuk pada Anas, menulis adalah salah satu bentuk pengungkapan jiwa (psike).
            Ada empat alasan utama mengapa manusia menulis. Pertama, manusia diciptakan kedua dengan empat kemampuan/keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan demikian, menulis adalah fitrah manusia. Jika tidak menulis, bukan manusia. Kedua, melalui menulis, kita bisa mengungkapkan isi hati/jiwa secara eksplisit dan implisit. Intinya, untuk kesenangan hati. Ketiga, seseorang bisa menulis dengan bagus, ia memiliki prestise yang bagus pula. Karena itu, tulisan mencerminkan  kecerdasan seseorang. Keempat, melalui menulis seseorang bisa sukses, simak J.K. Rowling dengan Harry Potter dan  simak pula Senogumira Aji Darma dengan cerpen-cerpennya.
            Mirriam-Goldberg (2011) memaparkan dua belas alasan seseorang menulis, yakni (1) menulis membantumu menemukan siapa dirimu; (2) menulis dapat membantumu percaya diri dan meningkatkan kebanggaan; (3) saat menulis, kamu mendengarkan pendapat unikmu sendiri; (4) menulis menunjukkan hal yang dapat kamu berikan pada dunia; (5) dengan menulis, kamu mencari jawaban terhadap pertanyaan dan menemukan pertanyaan baru untuk dipertanyakan; (6) menulis meningkatkan kreativitas; (7) kamu dapat berbagi dengan orang lain melalui kegiatan menulis; (8) menulis memberimu tempat untuk melampiaskan amarah atau ketakutan, kesedihan, dan perasaan menyakitkan lainnya; (9) kamu dapat membantu menyembuhkan diri dengan menulis; (10) menulis memberimu kesenangan dengan cara mengungkapkannya; (11) menulis membuatmu lebih hidup; dan (12) kamu dapat menemukan impianmu melalui menulis.



Tahapan Menulis Cerpen
Prapenulisan
Memperbanyak Gizi Bacaan
            Pada hakikatnya, cerpen ialah cerita pendek. Intinya, cerita yang pendek, penokohan yang pendek, dan alur penceritaan yang pendek pula (Munsyi, 2012). Jika mau menulis cerpen, gizi bacaan kita harus banyak agar mudah menulis. Logikanya, jika masuknya banyak, keluarnya juga banyak. Karena itu, bacaan utama untuk memperkaya khasanah tulisan, yakni (1) kamus (umum/khusus), (2) tesaurus, (3) buku (fiksi/nonfiksi); (4) majalah; (5) koran; (6) elektronik (tv, internet). Selain bacaan, kita juga bisa memperbanyak gizi dari authoritas, diskusi, seminar/lokakarya. Jika kita sering melakukan hal tersebut, gizi menulis sudah banyak.

Memilih Tema
Menangkap Momen

Proses Penulisan
Memulai dari Awal
Cuit...cuit...cuit....Suara bayi emprit berebut lolohan makanan dari induknya, terdengar merdu.  Teriring mentari yang menggeliat tuk keluar dari selangkangan bumi. Sinarnya yang masih lembut, perlahan menciumi daun sono, kemudian ilalang, dan terakhir, ia menciumi tanah  Lidah Wetan yang mulai mletek-mletek karena tak bercinta dengan hujan selama separuh tahun (Senandung Carita). 

Memulai dari Tengah
            Sandra tak percatya cerita itu. Meski ia sering melihat para pengasong menjajakan kristal air mata.  Sering mereka mengetuk-ngetuk kaca mobil, setengah memaksa (Pemetik Air Mata karya Agus Noor, 2009)



Memulai dari Akhir
            “Tadi Mama datang,”pelan Beningnya bicara. “Kata Mama tukang posnya sakit. Jadi, dia mesti ngantar sendiri (Kartu Pos dari Surga karya Agusnoor, 2008).”

Pasca Penulisan
Penyuntingan Isi
            Penyuntingan isi merupakan kegiatan pembenahan kesalahan isi tulisan. Dalam penyuntingan isi penulis menambahkan gagasan penting yang belum ditulis, menghilangkan gagasan yang tidak perlu ditulis, dan mengganti gagasan yang kurang tepat. Hal itu dilakukan agar kualitas tulisan lebih baik dan mudah dipahami (Ahmadi, dkk. 2013)..

Penyuntingan Bahasa
            Aspek bahasa, seperti halnya aspek isi, juga perlu penyuntingan. Penyuntingan dilakukan agar kualitas bahasanya lebih baik. Bahasa yang baik ialah bahasa yang penulisan huruf dan ejaannya benar; pemilihan katanya tepat; tata kata dan tata kalimatnya benar;  hubungan antarkata, antarfrasa, dan antarkalimatnya baik. (Ahmadi, dkk. 2013)..


Penyuntingan Teknis
            Penyuntingan teknis merupakan kegiatan terakhir yang harus dilakukan oleh penulis. Penyuntingan teknis dilakukan untuk mengetahui kesesuaian tulisan  dengan aspek teknisnya (Ahmadi, dkk. 2013).

Penutup
            Kembali pada paparan awal, simpulannya adalah menulis itu mudah. Karena itu, menulis...menulis...menulis. Tidak ada alasan untuk tidak menulis. Jangan terbebani oleh menulis yang baik. Menulislah. Karena itu, Rendra almarhum mengungkapkan mengalir dan hadir. Menulis sajalah dengan mengalir dan nanti pasti hadir. 
           

Daftar Pustaka

Ahmadi, Anas. 2011a. “Strategi Menumbuhkembangkan Gairah Menulis”. Makalah disajikan pada Pelatihan Menulis  Ilmiah & Jurnalistik  di Auditorium Fakultas Bahasa dan Seni, Unesa,   tanggal 23 Maret 2011.
__________.  2011b. “Menulis Deskripsi dengan Strategi Bersafari”. Pelatihan Menulis bagi Guru SD/PAUD di Pulau Bawean
__________.  2012. “Explicatus Instinctus  Menulis”. Pelatihan Menulis Kreatif bagi Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia.
Ahmadi, Anas, dkk. 2013. Menulis Ilmiah. Surabaya: Unesa Press.
Arcana, F (ed) . 2010. Cerpen Pilihan  Kompas 2010. Jakarta: Kompas.
Axelrod, R.B. &  Cooper, C.R. 2010. Guide to Writing. Benfork: Boston.
Bird, C. 2001. Menulis dengan Emosi. Yogyakarta: Kaifa.
Djaelani, Anwar. 2012. Warnai Dunia dengan Menulis. Surabaya: Inpas.
Eneste, P. 2009a. Proses Kreatif.  Jakarta: KPG.
__________. 2009b. Proses Kreatif.  Jakarta: KPG.
__________.2009c. Proses Kreatif.  Jakarta: KPG.
__________.2009d. Proses Kreatif.  Jakarta: KPG.
Freud, S. 2001. Psikoanalisis. Yogyakarta: Ikon.
Ismail, T.  2000. Malu (Aku) jadi Orang Indonesia. Yogyakarta: YOI.
Isaacson, W. 2012. Einstein. Terj.       Yogyakarta:    Bentang.
Mirriam-Goldberg,C. 2011. Daripada Bete, Nulis aja! Yogyakarta: Kaifa.
Munsyi, Alif D. 2012. Menjadi Penulis, Siapa Takut? Yogyakarta: Kaifa.
Ninuk, (ed). 2009. Cerpen Pilihan  Kompas 2009. Jakarta: Kompas.
Nugraha, pepih. 2013. Menulis Sosok. Jakarta: Kompas.
Nurjannah, N. 2007. “Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis”. Dalam Sunandar, D. (Ed). Pemikiran-pemikiran Inovatif dalam Kajian Bahasa, Sastra, Seni,  dan Pembelajaran:Forum Ilmiah I & II UPI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Rahman. 2007. “Pemberdayaan  Gambar dan kartu Kata dalam Pembelajaran Menulis”. Dalam Sunandar, D. (Ed). Pemikiran-pemikiran Inovatif dalam Kajian Bahasa, Sastra, Seni, dan Pembelajaran:Forum Ilmiah I & II UPI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Marahimin, I. 1994. Menulis Populer. Jakarta: Gramedia.
Sartre, J.P. 2001. Les Mots. Jakarta: Gramedia.
__________. 2009. Words. Yogyakarta:Selasar.
Sasongko, Setiawan. 2012. Trik Jitu Menulis Cerita Remaja. Klaten: Pustaka Wasilah.
Suparno, dkk. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: UT.
Yulianto, B. 2008. Aspek Kebahasaan dan Pembelajarannya. Surabaya: Unesa Press.
Yullianto. B.dkk. 2008. Model Pembelajaran Inovatif Bahasa Indonesia. Surabaya: Unesa Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar