Kamis, 20 Juni 2013

fungsi-fungsi manajemen



FUNGSI MANAJEMEN
Seperti yang diketahui, ada empat fungsi dalam manajemen. Fungsi-fungsi tersebut adalah perncanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Dari tiap fungsi manajemen tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Fungsi-fungsi tersebut bisa sangat berguna jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Perncanaan proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian tak akan dapat berjalan. Perencanaan bisa berupa rencana tertulis maupun tidak tertulis.
Pengorganisasian adalah pengelolaan sumber daya organisasi dan karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian adalah fungsi yang kedua kedua setelah perencanaan. Efektif atau tidaknya fungsi ini bergantung pada fungsi perencanaan, jika perencanaannya kurang maka fungsi pengorganisasian akan kurang efektif.
Pengarahan adalah tindakan untuk mengusahakan dan mengarahkan semua anggota kelompok untuk berusaha mencapai sasaran sesuai dengan rencana dan tujuan organisasi. Fungsi ini harus dimiliki setiap manajer agar bisa mengarahkan bawahan dan organisasi untuk mencapai tujuan.
Pengendalian  adalah fungsi yang penting karena membantu untuk memeriksa kesalahan dan mengambil tindakan korektif sehingga penyimpangan dari standar diminimalkan dan menyatakan tujuan organisasi tercapai dengan cara yang diinginkan. Menurut konsep modern, kontrol adalah tindakan meramalkan bahwa konsep awal pengendalian digunakan hanya ketika kesalahan terdeteksi. Kontrol dalam manajemen berarti menetapkan standar, mengukur kinerja aktual dan mengambil tindakan korektif.
Jadi, pada dasarnya semua fungsi tersebut saling berhubungan dan saling mendukung. Jika salah satu dari fungsi tersebut tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi fungsi-fungsi yang lain. Keempat fungsi manajemen tersebut juga mempengaruhi jalannya suatu organisasi, jika fungsi-fungsi tersebut diterapkan dengan benar maka tujuan organisasi akan tercapai.

Nama : Moch. Zakki Zahriyan
NIM   : 2012210679
Kelas  : C

guru bisa bahagia layaknya Ferguson


PERPISAHAN SIR ALEX FERGUSEN WUJUD PUNCAK KEBAHAGIAAN SEORANG GURU
Minggu, 13 Mei 2013, kemarin, insan gibol (gila bola) di seluruh belahan bumi ini merasa berpisah dengan pelatih klub Manchester United, Sir Alex Ferguson. Pelatih yang telah berhasil memoles tim berjuluk Setan Merah ini sebagai tim hebat di Inggris, daratan Eropa, bahkan dunia. Perpisahan pelatih  asal Skotlandia ini benar-benar menjadi ‘pensiun yang manis’ dan dapat menjadi contoh puncak kebahagiaan seorang guru ketika menghadapi masa pensiun.
Selama 26 tahun, pelatih yang sering disapa Fergie itu telah mendidik anak asuh di klubnya dengan telaten dan kerja keras sehingga memberikan panen juara yang melimpah. Kurun waktu 26 tahun itu bukanlah singkat, tetapi cukup panjang. Hampir sama dengan rata-rata pengabdian guru mengajar di sekolah. Bedanya, guru lebih aman eksistensinya di sekolah sampai menunggu masa pensiun, sedangkan bagi Fergie untuk menempati posisi pelatih dalam kurun waktu itu sangatlah rentan. Bahkan,tidak jarang ditemui pelatih bola yang hanya berumur satu musim karena gagal mempersembahkan gelar untuk klubnya.
Perpisahan Fergie merupakan contoh puncak kebahagiaan seorang guru di akhir kariernya karena ia telah mempersembahkan kemenangan dan gelar terbaik kepada klubnya, bahkan masyarakat pecinta bola umumnya. Membicarakan puncak kebahagiaan, rasanya, teringat konsep yang disampaikan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat dalam Psikologi Beragama. Dalam buku itu disebutkan bahwa kebahagiaan seseorang terletak pada kemauannya untuk memberi. Seorang atlet akan merasa bahagia jika mampu mempersembahkan emas untuk negara. Contoh yang lain,  pohon akan bahagia jika ia mampu menghasilkan buah yang nantinya akan dimakan oleh manusia. Demikian juga binatang. Sapi, misalnya, ia akan bahagia jika memiliki tubuh gemuk dan sehat sehingga menyenangkan manusia. Bahkan, biasanya, sapi akan meneteskan air mata kebahagiaan ketika ia akan disembelih saat Idul Kurban.  
Sama rasanya dengan guru. Ia akan bahagia ketika siswa yang diajar dalam kelas mampu menyerap penjelasan yang disampaikan dengan baik kemudian hasil tugasnya juga sesuai keinginan. Rasanya, guru juga akan bahagia jika anak didiknya telah menjadi orang sukses sebagai dosen, pakar/ahli, rektor,  anggota dewan, kyai, menteri, dan selebihnya.
Untuk mencapai kebahagiaan itu,kuncinya adalah bisa mempersembahkan prestasi, ide kreatif, dan menginspirasi siswa menjadi orang sukses. Prestasi barangkali bisa saja diukur dari jumlah piala yang dihasilkan anak asuhnya dalam menjuarai lomba. Sekolah akan bangga jika bisa memamerkan banyak piala di etalase yang bisa dilihat siapa pun yang bertamu. Selain prestasi, bisa juga berupa ide kreatif untuk sekolah. ide ini bisa berupa apa saja yang bermanfaat, misalnya menciptakan suasana sekolah alam, memunculkan kegiatan baru, menjalin kerja sama dengan pihak luar, ataupun usul-usul cerdas manajemen SDM guru. Guru juga akan bahagia jika dapat menginspirasi siswa menjadi siswa kreatif dan produktif. Ciri siswa ini, biasanya, secara aktif-ikhlas memberikan kontribusi untuk kemajuan sekolah tanpa harus disuruh apalagi menunggu diberi sanksi oleh guru. siswa seperti ini adalah yang diharapkan dalam pendidikan berkarakter.
Untuk mencapai kebahagiaan itu, guru memerlukan kerja cerdas, ikhlas, dan istikomah sepanjang kariernya. Ia perlu merasa “selalu muda” untuk melaksanakan kewajibannya sebagai pengajar. Rasanya, banyak dijumpai guru yang merasa “sudah tua” sehingga gairah untuk belajar, mendidik, maupun berperan aktif terasa berkurang. Fergie pelatih MU di atas contohnya,ia pensiun pada usia 71 tahun, tetapi tetap mampu mempersembahkan trofi kejuaraan untuk timnya. Kompetensi dan profesionalismenya mampu mengalahkan pelatih-pelatih lain yang berusia lebih muda. Barangkali itu karena Fergie merasa “selalu muda”.
Usia seseorang memang memengaruhi fisiknya. Akan tetapi, belum tentu mengurangi kemampuan otaknya sebab otak manusia itu bergantung pada frekuensi pemakaiannya. Semakin otak seseorang itu dipakai dengan belajar dan mengajar, akan semakin terasah kemampuannya dan menghasilkan pengetahuan berlipat. Sebaliknya, jika otak tidak dipakai untuk belajar, sistem kerja otak akan melemah dan mudah mendatangkan masalah pikun. Sebagai contoh, para pakar atau profesor rata-rata berusia tua, tetapi kecerdasannya tidak berkurang, malahan bisa menceritakan pengalaman-pengalaman masa lalunya dengan menarik. Ini karena orang tua memiliki ‘kecerdasan yang mengkristal’ yang diperoleh dari pengetahuan atau pengalaman masa lalunya yang tersimpan secara baik dalam memorinya.  Berbeda dengan usia muda yang memiliki ‘kecerdasan yang mengalir’ karena memang kecepatan kerja otaknya masih bisa dipacu dengan cepat untuk menyerap pengetahuan baru.
Seorang guru yang ingin memeroleh puncak kebahagiaan di akhir kariernya, kuncinya adalah bisa mempersembahkan yang terbaik untuk sekolah. Ia bisa saja mencapainya dengan mempersembahkan prestasi atau keahliannya sehingga hasil karyanya akan menjadi kenangan manis dan membahagiakan semua orang yang ditinggalkannya. Bukan sebaliknya, malah diharap-harap kepergiannya.  Dimuat pada Suara Guru (online)

menulis kreatif cerpen



Menulis (Kreatif)  Cerpen

Oleh
Anas Ahmadi, M.Pd.
Dosen Jurusan Bahasa  dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya

Menulislah sebelum bahan habis
Berhentilah menulis ketika bahan habis
Jika Anda berhenti menulis sebelum bahan habis, tulisan Anda banyak bolongnya
Jika Anda tidak berhenti menulis ketika bahan habis, tulisan Anda banyak bohongnya
(Puisi Yunani Kuna [ dinukil dari Menulis Populer,  Ismail Marahimin])

            Pada awalnya, menulis itu sulit. Banyak yang mengungkapkan begitu. Memang, jalan menuju kesuksesan bukanlah hal yang mudah. Semua dimulai dari bawah. Simaklah Einstein (fisikawan asal Jerman) sang  penemu atom pun, ia   bermula dari nol (Isaacson, 2012); tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras. Begitu juga menulis. Semuanya perlu kerja keras dan kerja cerdas. Melalui menulis, kita bisa berpikir dan belajar, mengubah hidup menjadi lebih sukses, menumbuhkembangkan citra personal, dan memperkuat hubungan kita dengan orang lain (Axelrod & Cooper, 2010). Pada hakikatnya, sulit atau tidak berawal dan berakhir dari pikiran. Jika dipikiran kita ditanamkan kuat-kuat bahwa menulis itu gampang, menulis memang gampang. Namun, jika dalam pikiran kita ditanamkan bahwa menulis itu sulit, menulis itu memang sulit. Percayalah, pikiran kita menggerakkan energi menulis dalam diri kita. Karena itu, mulai dari sekarang, berilah stempel besar bahwa menulis itu gampang.
            Berkait dengan fenomena menulis, Nurjannah memaparkan,  tingkat menulis siswa Indonesia menduduki peringkat  yang memprihatinkan (Nurjannah, 2007: 88).  Lebih lanjut Suparno, dkk.  (2007:15) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab lemahnya kemampuan menulis siswa adalah guru Bahasa Indonesia yang kurang suka dengan pelajaran menulis dan tidak pernah/jarang menulis. Bahkan, berdasarkan pantauan Yulianto (2008:4) menulis sebagai bentuk dari keterampilan berbahasa tampaknya dikesampingkan oleh guru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bagaimana kompetensi menulis pada siswa jika gurunya saja tidak suka dan tidak pernah menulis. Karena itu, tidak salah jika Taufiq Ismail  menulis puisi berjudul Malu Aku Jadi Orang Indonesia (2000) sebagai ungkapan sinisme  menjadi manusia Indonesia sebab jika ditinjau dari konteks sumber daya manusia, masyarakat Indonesia masih tergolong relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain (Ahmadi, 2011a;2011b,20012).
Berkaitan  dengan pembelajaran menulis, Rahman (2007:2) menyatakan bahwa pembelajaran menulis merupakan hal yang kompleks dan kadang-kadang sulit diajarkan.  Hal itu disebabkan menulis tidak hanya membutuhkan penguasaan ketatabahasaan, keretorikaan, melainkan juga unsur konseptual dan pertimbangan yang lain. Karena  itu, rasional jika pembelajaran menulis sudah diterapkan dengan menggunakan strategi yang baik, tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran menulis “kurang memuaskan”.


Menulis dalam Pandangan Tokoh
            Jean-Paul Sartre (1905—1980), filsuf-sastrawan eksistensialis asal Perancis dengan lantang mengungkapkan bahwa tulisan adalah pergerakan (Sartre, 2001;2009).  Bird, sastrawan asal Australia, melantunkan bahwa semakin banyak Anda menulis, semakin banyak pula penjelajahan yang Anda lalui (Bird, 2001). Sigmund Freud (1856—1939), psikolog legendaris dari Jerman, mengintroduksi bahwa tulisan merupakan proyeksi diri dan atau mekanisme pertahanan ego (self defends mecanism) dari sang pengarang (Freud, 2001). Budi Darma, sastrawan asal Indonesia mengungkapkan bahwa menulis untuk melepaskan hal yang berkelijatan dalam otak (Eneste, 2009a), jika tidak dikeluarkan menyakitkan. Selain itu, Budi Darma juga mengungkapkan bahwa menulis itu takdir. Karena itu, jika tidak menulis, ia berdosa (Darma, 1984); Sutan Takdir Alisjahbana mengungkapkan bahwa menulis memberikan perasaan bahagia kepadanya (Eneste, 2009b); Jika merujuk W.S. Rendra, pada hakikatnya menulis itu proses (Eneste, 2009c); Jika mengikuti Senogumira Ajidarma, intinya menulis  adalah proses yang belum selesai (Eneste, 2009d).Menujuk Nugraha, menulis itu mengasyikkan dan memuaskan (2013); Anwar Djaelani menungkapkan bahwa menulis adalah model dakwah yang paling stratehis (2012);  Sasongko mengungkapkan bahwa menulis adalah uang (Sasongko (2012). Karena itu, rupiahkan imajinasimu dalam tulisan. Jika merujuk pada Anas, menulis adalah salah satu bentuk pengungkapan jiwa (psike).
            Ada empat alasan utama mengapa manusia menulis. Pertama, manusia diciptakan kedua dengan empat kemampuan/keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan demikian, menulis adalah fitrah manusia. Jika tidak menulis, bukan manusia. Kedua, melalui menulis, kita bisa mengungkapkan isi hati/jiwa secara eksplisit dan implisit. Intinya, untuk kesenangan hati. Ketiga, seseorang bisa menulis dengan bagus, ia memiliki prestise yang bagus pula. Karena itu, tulisan mencerminkan  kecerdasan seseorang. Keempat, melalui menulis seseorang bisa sukses, simak J.K. Rowling dengan Harry Potter dan  simak pula Senogumira Aji Darma dengan cerpen-cerpennya.
            Mirriam-Goldberg (2011) memaparkan dua belas alasan seseorang menulis, yakni (1) menulis membantumu menemukan siapa dirimu; (2) menulis dapat membantumu percaya diri dan meningkatkan kebanggaan; (3) saat menulis, kamu mendengarkan pendapat unikmu sendiri; (4) menulis menunjukkan hal yang dapat kamu berikan pada dunia; (5) dengan menulis, kamu mencari jawaban terhadap pertanyaan dan menemukan pertanyaan baru untuk dipertanyakan; (6) menulis meningkatkan kreativitas; (7) kamu dapat berbagi dengan orang lain melalui kegiatan menulis; (8) menulis memberimu tempat untuk melampiaskan amarah atau ketakutan, kesedihan, dan perasaan menyakitkan lainnya; (9) kamu dapat membantu menyembuhkan diri dengan menulis; (10) menulis memberimu kesenangan dengan cara mengungkapkannya; (11) menulis membuatmu lebih hidup; dan (12) kamu dapat menemukan impianmu melalui menulis.



Tahapan Menulis Cerpen
Prapenulisan
Memperbanyak Gizi Bacaan
            Pada hakikatnya, cerpen ialah cerita pendek. Intinya, cerita yang pendek, penokohan yang pendek, dan alur penceritaan yang pendek pula (Munsyi, 2012). Jika mau menulis cerpen, gizi bacaan kita harus banyak agar mudah menulis. Logikanya, jika masuknya banyak, keluarnya juga banyak. Karena itu, bacaan utama untuk memperkaya khasanah tulisan, yakni (1) kamus (umum/khusus), (2) tesaurus, (3) buku (fiksi/nonfiksi); (4) majalah; (5) koran; (6) elektronik (tv, internet). Selain bacaan, kita juga bisa memperbanyak gizi dari authoritas, diskusi, seminar/lokakarya. Jika kita sering melakukan hal tersebut, gizi menulis sudah banyak.

Memilih Tema
Menangkap Momen

Proses Penulisan
Memulai dari Awal
Cuit...cuit...cuit....Suara bayi emprit berebut lolohan makanan dari induknya, terdengar merdu.  Teriring mentari yang menggeliat tuk keluar dari selangkangan bumi. Sinarnya yang masih lembut, perlahan menciumi daun sono, kemudian ilalang, dan terakhir, ia menciumi tanah  Lidah Wetan yang mulai mletek-mletek karena tak bercinta dengan hujan selama separuh tahun (Senandung Carita). 

Memulai dari Tengah
            Sandra tak percatya cerita itu. Meski ia sering melihat para pengasong menjajakan kristal air mata.  Sering mereka mengetuk-ngetuk kaca mobil, setengah memaksa (Pemetik Air Mata karya Agus Noor, 2009)



Memulai dari Akhir
            “Tadi Mama datang,”pelan Beningnya bicara. “Kata Mama tukang posnya sakit. Jadi, dia mesti ngantar sendiri (Kartu Pos dari Surga karya Agusnoor, 2008).”

Pasca Penulisan
Penyuntingan Isi
            Penyuntingan isi merupakan kegiatan pembenahan kesalahan isi tulisan. Dalam penyuntingan isi penulis menambahkan gagasan penting yang belum ditulis, menghilangkan gagasan yang tidak perlu ditulis, dan mengganti gagasan yang kurang tepat. Hal itu dilakukan agar kualitas tulisan lebih baik dan mudah dipahami (Ahmadi, dkk. 2013)..

Penyuntingan Bahasa
            Aspek bahasa, seperti halnya aspek isi, juga perlu penyuntingan. Penyuntingan dilakukan agar kualitas bahasanya lebih baik. Bahasa yang baik ialah bahasa yang penulisan huruf dan ejaannya benar; pemilihan katanya tepat; tata kata dan tata kalimatnya benar;  hubungan antarkata, antarfrasa, dan antarkalimatnya baik. (Ahmadi, dkk. 2013)..


Penyuntingan Teknis
            Penyuntingan teknis merupakan kegiatan terakhir yang harus dilakukan oleh penulis. Penyuntingan teknis dilakukan untuk mengetahui kesesuaian tulisan  dengan aspek teknisnya (Ahmadi, dkk. 2013).

Penutup
            Kembali pada paparan awal, simpulannya adalah menulis itu mudah. Karena itu, menulis...menulis...menulis. Tidak ada alasan untuk tidak menulis. Jangan terbebani oleh menulis yang baik. Menulislah. Karena itu, Rendra almarhum mengungkapkan mengalir dan hadir. Menulis sajalah dengan mengalir dan nanti pasti hadir. 
           

Daftar Pustaka

Ahmadi, Anas. 2011a. “Strategi Menumbuhkembangkan Gairah Menulis”. Makalah disajikan pada Pelatihan Menulis  Ilmiah & Jurnalistik  di Auditorium Fakultas Bahasa dan Seni, Unesa,   tanggal 23 Maret 2011.
__________.  2011b. “Menulis Deskripsi dengan Strategi Bersafari”. Pelatihan Menulis bagi Guru SD/PAUD di Pulau Bawean
__________.  2012. “Explicatus Instinctus  Menulis”. Pelatihan Menulis Kreatif bagi Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia.
Ahmadi, Anas, dkk. 2013. Menulis Ilmiah. Surabaya: Unesa Press.
Arcana, F (ed) . 2010. Cerpen Pilihan  Kompas 2010. Jakarta: Kompas.
Axelrod, R.B. &  Cooper, C.R. 2010. Guide to Writing. Benfork: Boston.
Bird, C. 2001. Menulis dengan Emosi. Yogyakarta: Kaifa.
Djaelani, Anwar. 2012. Warnai Dunia dengan Menulis. Surabaya: Inpas.
Eneste, P. 2009a. Proses Kreatif.  Jakarta: KPG.
__________. 2009b. Proses Kreatif.  Jakarta: KPG.
__________.2009c. Proses Kreatif.  Jakarta: KPG.
__________.2009d. Proses Kreatif.  Jakarta: KPG.
Freud, S. 2001. Psikoanalisis. Yogyakarta: Ikon.
Ismail, T.  2000. Malu (Aku) jadi Orang Indonesia. Yogyakarta: YOI.
Isaacson, W. 2012. Einstein. Terj.       Yogyakarta:    Bentang.
Mirriam-Goldberg,C. 2011. Daripada Bete, Nulis aja! Yogyakarta: Kaifa.
Munsyi, Alif D. 2012. Menjadi Penulis, Siapa Takut? Yogyakarta: Kaifa.
Ninuk, (ed). 2009. Cerpen Pilihan  Kompas 2009. Jakarta: Kompas.
Nugraha, pepih. 2013. Menulis Sosok. Jakarta: Kompas.
Nurjannah, N. 2007. “Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis”. Dalam Sunandar, D. (Ed). Pemikiran-pemikiran Inovatif dalam Kajian Bahasa, Sastra, Seni,  dan Pembelajaran:Forum Ilmiah I & II UPI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Rahman. 2007. “Pemberdayaan  Gambar dan kartu Kata dalam Pembelajaran Menulis”. Dalam Sunandar, D. (Ed). Pemikiran-pemikiran Inovatif dalam Kajian Bahasa, Sastra, Seni, dan Pembelajaran:Forum Ilmiah I & II UPI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Marahimin, I. 1994. Menulis Populer. Jakarta: Gramedia.
Sartre, J.P. 2001. Les Mots. Jakarta: Gramedia.
__________. 2009. Words. Yogyakarta:Selasar.
Sasongko, Setiawan. 2012. Trik Jitu Menulis Cerita Remaja. Klaten: Pustaka Wasilah.
Suparno, dkk. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: UT.
Yulianto, B. 2008. Aspek Kebahasaan dan Pembelajarannya. Surabaya: Unesa Press.
Yullianto. B.dkk. 2008. Model Pembelajaran Inovatif Bahasa Indonesia. Surabaya: Unesa Press.